Selasa, 24 Maret 2015

Untuk mu yang Aku Cintai.


“Hey kamu, Kesayanganku, apa kabarmu? Setelah berhari ini kita tak saling sapa, adakah kamu tengah menabung rindu seperti halnya aku?”
Apa kabar sayang??
Apa kamu sudah sarapan??


Untukmu yang sedang sibuk bekerja keras disana,
Saya yang tak bisa apa-apa dan selalu menyita waktumu untuk diperhatikan
Saya yang pendek akal untuk hanya memahami pekerjaan sulit yang kau emban
Saya yang hanya bawel meminta ini itu untuk kau kabulkan
Saya yang kadang kangen gak ketulungan dan tak pernah kau inginkan
Saya yang sering mengemis dan membuatmu geram
Saya yang banyak menyita waktu dan pikiranmu di kala tenang
Maafkan saya sayang

Ada kolom kosong di hatiku yang selama ini aku simpan, dan menjadi retak dan tak kuharapkan. Ya, saya yang bisanya hanya nangis tanpa mau kau tau. Dan tanpa pernah aku ingat kau kah itu, kali terakhir yang tiba memberikanku sandaran?.

Aku akui, aku takut, khawatir, tak pernah sedikit pun terlintas bahwa kita akan menyakiti seperti ini (lagi). Lantaran takut kehilangan, aku memaksa diriku sendiri supaya lebih keras berusaha alih-alih demi bisa menyelesaikan. Tapi, lihat apa yang justru terjadi. Kita selalu sama-sama emosi. Setiap apa yang ingin aku sampaikan, dan mungkin mulutku yang tak cakap mengungkapkan dan malah membuat aku kena marah, lalu kau tidur kelelahan, aku yang hanya menangis sendiri tanpa kau harapkan. Aku sering tak bisa mengendalikan diri. Mungkin menurutmu masalah selesai. Tapi tidak sayang. Aku yang menahan sesenggukan di tengah malam menyimpan sakit yang tak pernah kuharapkan, tepatnya tanpa sandaran. Aku cengeng, kan…

Memintamu ini itu dan begitu rewelnya aku. Aku jarang menyadari sibukmu. Kangenku pun menjadi belenggu. Ampuni aku. Kadang ingin berbagi keluh pun aku takut. Bukan takut mengganggumu, tapi takut tak sempatnya kau mendengarkan keluh kesah-ku. Sayang, sehari ini temanku berbicara santai, panjang lebar dengan kekasihnya. Aku lupa padatnya dan tak tepatnya waktu kita berdua. Ampuni aku.

Ketika aku kangen di waktu tak tepat, kau marahi aku. Kala aku sarankan merapihkan kado yang kau kirimkan, kau bilang aku tak apresiatif, Kala kusarankan kau hiasi rumahmu hingga pantas dipandang, kau bilang aku kedunyan, sangat menyakitkan. Kala aku baru bisa mengucap apa-apa yang tadinya kuharapkan, kau bilang aku tak rasional. Kala aku sedang labil ingin kau sebagai sandaran, kau bilang aku tak mengerti keadaan. Entah menulis begini akan membuat masalah baru untukmu, aku hanya tak  punya tempat berbagi. Ampuni aku sayang…
Sayang, aku harus bagaimana???

Aku yang banyak mengkritisimu seolah aku sudah berbuat banyak. Urusan sampul, urusan kado, urusan hiasan rumah, dan segala yang aku lontarkan. Itu hanya menambah rentetan masalah yang tanpa sadar aku gulirkan. Ampuni aku.

Harus kuakui, Guyonanmu yang ahir-ahir ini tak lagi menertawakan, Senyummu juga tak lagi menenangkan, Lalu mendengarmu tak juga menentramkan, Menatapmu menjadi menyakitkan. Sekali lagi ampuni aku. Hatiku tak lagi sembuh. Aku hanya butuh kesendirian.

Untukmu cintaku, terimakasih telah banyak waktu kau luangkan untuk pribadi seperti aku, terimakasih telah menerimaku dengan buruknya laku dan parasku.
Untukmu kesayanganku, ampuni aku menyiksamu dengan rentetan kekurangan diriku.
Untukmu pria yang aku sayangi, maaf maaf maaf atas segala keluh yang tak pernah berhenti ku beri.
Maafkan…

Sejenak berpisah, bukan berarti kita sudah menyerah. Aku dan kamu bukannya tak mau berusaha, tapi usaha yang tak putus-putus justru membuat kita kelelahan luar biasa. Kamu yang sangat aku cintai, kini justru jadi orang yang paling ingin aku hindari. Aku tak mau berdebat, dan kembali saling menyakiti hanya karna kurang dewasanya aku. Aku pikir dengan begini aku tak lagi berharap-harap menunggu deringan telpon darimu. Aku pikir dengan begini aku tak lagi merecoki kesibukanmu. Jadi benar, semuanya hanya ada aku dan doa-doaku sendiri.

Aku setuju, jika manusia memang harus kehilangan terlebih dahulu sebelum mensyukuri apa yang sudah dia miliki. Tentu kamu setuju denganku, Sayang. Kamu pun merasakan bahwa hubungan kita memang perlu sejenak rehat. Aku dan kamu sama-sama butuh kebebasan. Menikmati kesendirian, merasakan kehilangan, hingga bisa kembali saling merindukan. Kita pun berhak merasakan kebahagiaan-kebahagiaan baru ketika hubungan antara aku dan kamu tak lagi bisa membuat kita tersenyum gembira.



Aku yakin ini hanya karena jauhnya aku dan kamu, juga kurang dewasanya aku. Maafkan sayang, saya baik-baik dan selalu mencintaimu, Kita akan segera menikah kan? J !!

Sabtu, 24 Januari 2015

Kenali Fase Pengabdianmu


Pengabdian kalo menurut saya pribadi kayak berkembangbiaknya bakteri. Tau kan??
Bakteri itu hidup dengan 4 fase, yaitu Fase Lag yang dilanjut fase Eksponensial (pertumbuhan). Nah di pengabdian fase ini biasanya terjadi pas kamu awal-awal ngabdi, adaptasi, semangat kamu mustinya masih seger dengan pemikiran yang idealis seorang fresh graduate. Iya sih, pas dapet sehari-seminggu atau bahkan sebulan kamu akan ngrasa ada perubahan drastis yang agaknya kurang menyenangkan, but anyway kamu pasti bisa ngelewatinnya. Makanya di fase ini mustinya semangatmu akan meningkat terus sama halnya seperti bakteri berkembangbiak ketika dia mulai nemuin substrat/makanan yang mana jumlah bakteri yang hidup lebih tinggi dibanding yang mati.

Ada lagi Fase Stasioner. Fase dimana kamu udah mulai bisa nafas dengan normal dan udah mulai bisa adaptasi ama kegiatan, tuntutan, dan tugas2 di pesantren. Kamu udah mulai belajar stabil. Fase stasioner bisa jadi kamu pertahanin saat kamu nemuin asupan semangat terus-menerus, seperti halnya bakeri yang akan terus berkembang saat substratnya terus tersedia. Di fase ini kamu juga, mau gak mau musti nerima fluktuasi klimaks-anti klimaks pengabdian. Kalo kamu bertahan berarti kamu terus di fase stasioner stabil atau bahkan naik. Nah tapi, Kalo kamu gagal bertahan, kamu bakal ngalamin namanya fase yang namanya fase kematian.

Fase kematian ini kamu mulai kehilangan asupan semangat, udah memble, udah gak tahan ngabdi, pengen boyong, bahkan satu-satunya hal yang bisa ngebebasin kamu dari pengabdian adalah dijemput jodoh. Heu heu. Ya sih, di fase ini kamu mulai gak stabil, semangat mu "wes pokoke ngabdi, lah". He'eh, ini bisa dipengaruhi faktor internal/eksternal.

Faktor internalnya adalah dari diri sendiri, misalnya kamu gagal move on. Bisa jadi udah terlalu "diangap senior" dalam mengabdi atau bisa juga keinginan kamu (terutama yang cewek ni) dan orang tuamu untuk segera menyandang status istri/suami. Faktor ini sebenernya yang paling ngaruhin ke-tidakrasanan-mu. Ada lagi faktor lain misalnya "ngabdi tuh gak kamu banget deh". Lah ini yang bahaya, ketika kamu kuliah dari PBSB dan pikiranmu masih ter-mindset dengan, kalo kuliah itu tujuannya biar dapet kerja hebat, uang cepat. Heuu. kalo udah gini, kamu jalanin pengabdian dengan terpaksa dan asal-asalan. Gak guna!!

Nah sekarang faktor eksternal, ini biasanya datang dari teman2mu yang udah sukses membuat semangat pengabdianmu loyo. Lagi, ini yang sebenernya saya amatin terjadi sama kita2. Datengnya biasanya kurangnya pemetaan pengabdian di pesantren. Jadi pemanfaatan keilmuanmu kurang maksimal. Ada lagi,mungkin lembaga yang kurang bisa manfaatin kemampuanmu, lebih2 kalo lembaga kurang ngapresiasi gagasan/hasil kerjamu. Lebih2 lagi kalo udah gabungan faktor internal dan eksternal ini menyatu, kamu udah bisa dipastiin akan cepet ngalamin death phase (fase kematian). Hehe

Sebagai abdi bangsa yang ikhlas beramal apapun fase pengabdian yang kita alami, kita musti terus semangat memberi yang terbaik. Secara gak langsung, kamu akan dapet banyak banget hal yang peroleh dari pengabdian-mu. Inget, bukan hanya seberapa lama kita ngabdi, tapi sebesar apa pencapaian yang kita beri. Semangat deh !!! :')


Rabu, 07 Januari 2015

Kekonyolan 23 Tahun

Namanya Fina, dia cantik, jangankan manusia, jin saja mencoba untuk mendapatkannya. Ini kisah nyata, di pesantren. Malam tadi, ba’da isya’, saya benar-benar merasa sangat ngantuk. Selagi menunggu bisa tidur, saya hanya ngulet-ngulet. Lalu seorang anak ngetuk pintu dengan paniknya. “Miss, fina miss kerasukan lagi”. Duh, fina yang disukai Jin ini bisa melihat makhluk halus. Dia, semenjak disukai jin saya menjadi takut dekat-dekat dia. Lalu saya dan miss ita datang ke kamarnya. Benar saja, dia menatap tajam tanpa bergerak, entah menatap apa. Saking bingungnya hanya ustad Lukman yang terbesit. Ustad lukman disini dikenal sebagai seorang ustad yang dapat mengusir makhluk halus. 

Belum sempat gemetar saya selesai, pas saya dekati fina, tiba-tiba dia berteriak histeris. “Iku lho, aaa, nyingkrioooo”. Ha?? Akuuu??. Ya Allah aku, ono opo iki. Dengan perasaan yang semakin gemetar bulu kuduk berdiri. Ditambah lagi miss ita yang nambah nakutin bilang “Miss, samean paling ditempeli sesuatu”. Ohh God, Apa-apaan ini. What the h***. Miss ita mencoba menelpon ustad lukman, tapi katanya nomornya tidak aktif. Huh. Perasaanku semakin gak karuan. Ketika aku duduk disamping teman-teman kamar fina. Dia semakin histeris menunjuk-nunjuk saya. Dengan wajah saya yang kebingungan dengan terus baca ayat kursi mengharap menenangkan hati saya, tapi tidak. Saya semakin gak karuan di usir fina. Lalu saya mencoba mendekatinya, bertanya, “ada apa fina?? Miss faiz gak apa-apa”. Duh fin, dia hanya menatap saya tajam. “Wes miss samean mronoo ae” kata miss ita mengusir saya. “Assemm” dalam hati. Duh dosa-dosa yang saya lakukan tiba-tiba berkeliaran di otak saya. Duh opo’o aku iki. Dengan pengen berteriak dalam hati, sementara anak-anak asrama memenuhi koridor menatapi saya dan tak ada yang mau mendekati saya. Saya mencoba masuk ke kamar tapi tak berani sendirian. Mengajak satu persatu anak tak ada yang mau. Oooh f**k. Rasanya pengen misuh. Sial, kenapa saya setakut ini. Dengan tidak sadar saya masuk ke kamar yang gak tau kenapa lampunya mati. Dan.. tiba-tiba pas saya masuk sesosok “hantu” meringkuk di pojokan dengan rambut panjang terurai dengan mata yang merah. Saya tak bisa menahan diri dan langsung berhambur berteriak sekeras mungkin ke koridor asrama. Dengan terus berkomat kamit baca ayat kursi. Anak-anak seraya polos bertanya, “Ada apa miss?? Kenapa miss??”. Saya langsung jawab dengan kaki yang bergetar dan menutup mulut, “Wes-wes bacao ayat kursi bareng-bareng”. Mereka tanpa ekspresi menuruti kata-kata saya. Lalu lampu-lampu mati. Nyanyian Happy Birth Day menyoraki sekujur asrama. Lilin 23 tahun, kue tart, dan bungkusan-bungkusan kado merontokan jantung saya. Ohhh FUCK….




Sial, seasarama tau ketakutan saya. Gila, malam itu benar-benar tak terbayang terjadi dalam hidup saya. Merasa dirasuki makhluk halus. What the phew. Kemarin malam saya sengaja rapat LPBA pembentukan tutor-tutor baru. Pas ditengah rapat tiba-tiba salah seorang pengurus bercerita menggebu pengalaman mistis di balai pengiriman. Tak selesai-selesai dan diamini oleh yang lain, hingga saya memohon-mohon mereka menghentikannya tapi tak dihiraukan. Hingga saya berteriak, “Wes..”. Lalu tanpa ekspresi meninggalkan rapat. Baru mereka menyesali. Rapat bubar. Saya tidak tau kenapa sebegini penakutnya. Katanya karna saya lahir di siang bolong. Apapun itu, malam tadi tak bisa saya lupakan. Hingga tak bisa tidur saya kebayang-bayang fina dan hantu menyebalkan itu -_-.
Kalian berhasil membuat konspirasi licik yang tak terlupakan. Huft. Thanks for everything, 
I love you all, LE Language Area :3






Selasa, 23 Desember 2014

5 MITOS PENGABDIAN YANG PERLU DILURUSKAN

Mitos kayaknya dipandang sebagai hal yang serem. Mitos memang banyak yang berbau negatif. Menurut ahli, mitos adalah cerita yang “aneh” yang seringkali sulit dipahami maknanya atau diterima kebenarannya karena kisah di dalamnya “tidak masuk akal” atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari. Mitos pengabdian, terutama bagi kita yang notabene makan duit negara (red: beasiswa) agaknya perlu diluruskan. Banyak diantara kita berpikiran bahwa ngabdi hanya sekadar menggugurkan kewajiban saja. Padahal, jika kita benar-benar merenungi banyak banget manfaat pengabdian baik bagi kita, bagi ponpes, maupun bangsa Indonesia weiisss... Okelah, Terhitung setengah tahun sudah saya mengabdikan diri, Alhamdulillah masih tetep kurus dan sehat wal ‘afiyat J. Menurut pengalaman saya rasain selama mengabdi, berikut ini saya paparkan dikit mitos-mitos pengabdian yang membuat banyak antara kita menjadi pantang maju untuk mengabdikan diri di Ponpes.



o)). Ngabdi itu Gak Keren.
Hey, keren itu ketika kamu ngabdi. Yang perlu kita benahi dari kata-kata itu adalah “Ngabdi itu Gak Kere !”. Sekarang kita berkaca kembali pada diri masing-masing. Apakah dulu kita dianggap sebagai orang yang hebat, yang keren karna dapet beasiswa??. Yap, gak bisa dipungkiri, jawabannya “Ya, saya menurut teman-teman saya adalah orang yang keren dapet beasiswa Santri Berprestasi”. Lantas, apa kita mau menafikan semua uang-uang yang udah kita terima, kita makan, yang udah entah berapa ratus juta. Kita diminta untuk kreatif. Ngabdi dan masa cemerlangmu di masa yang akan datang musti dipikirkan semenjak awal kuliah. Intinya masa pengabdian juga merupakan proses pencarian. Mempertahankan sisi rasional tidak akan pernah terjawabkan. Kita akan banyak belajar dengan pengabdian.

o)). Ngabdi itu minim gaji?
Widih, ini memang mau gak mau harus kita sadari sebagai faktor utama yang sangat berpengaruh jadi ngabdi ato nggak. “Aku ini sekolah tinggi2 biar bisa bantuin orang tua, Aku ini sekolah tinggi2 biar bisa kerja, kerja, kerja !!”. Rupiah. Iya deh, emang gaji pengabdian gak bisa dibandingin ama living cost kita yang kita makan dari uang negara itu, huh. Tapi bagaimanapun otak kita selalu ditodong untuk rasional. Yap. That depends on your lucky. Beruntung bukan berarti dengan uang makan yang diberikan ponpes besar dan cukup. Tapi menurut saya ini adalah masalah keberkahan. Ini serius. Ya, pengalaman saya pribadi dalam pengabdian dengan gaji minim (menurut orang luar), tapi bagi saya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan saya masih bisa nabung dikit-dikit buat nikahan taun depan *eh. Hehehe. Rizki datang dari jalan-jalan yang tak pernah kita duga. Bener deh, Ngabdi itu berkah !!

o)). Ngabdi bikin skill kita gak berkembang, apa iya?
Coba deh bayangin pas kamu kerja di perusahaan, exactly as employee (pekerja) seberapa besar kamu belajar menejemen? Seberapa banyak kamu disuruh dibanding menyuruh? Intinya, seberapa banyak kamu ditunjuk buat mimpin? Apalagi buat kamu yang fresh from the oven (baru lulus). Di pengabdian, gak perlu nunggu naik jabatan kamu bisa jadi "bos". "Bos" it's mean the leader. Kamu di banyak kesempatan akan dituntut untuk menejemen anak orang (red kalo bahasa kerennya perusahaan, menejemen SDM), bahkan menejemen system pendidikan. Gimana caranya kamu ngeluluhin santri yang bangkang, mimpin mereka bergerak buat jamaah, mujahadah, kursus, atau sekedar kumpul ke aula, ngatasin santri yang tiba2 ngambil hak orang lain (red nyuri). Beuh, kamu akan tau bedanya. Bisa-bisa setelah ngabdi kamu bakal jadi konsultan (bimbingan konseling) hehe.

o)) Ilmu kuliah gak kepake di pengabdian? Bener?
Awalnya saya berpikir demikian, Saya sarjana industri, di dunia pendidikan (ponpes), gak mungkinlah saya ngubah kultur pendidikan yang harusnya butuhin uang jadi ngasilin uang. Sebenernya bukan gak mungkin, tapi disini (pondok saya) tidak diperkenankan santri jualan, kecuali memang ranah koprasi. Jadi yang bagi saya efektif buat ngamalin ilmu saya adalah share ke mereka buat ngerencanain bikin produk, misalnya ngerancang bisnis plan dan diikutkan lomba. Syukur-syukur kalo lembaga (sekolah) ngedukung banget buat ngembangin tuh produk. Yap,  depend on your major and your creativity.

o)). Ngabdi, dipandang sebelah mata??
Mungkin yang mandang lagi picek, eh lagi kelilipan (mata hatinya) heu heu. Iya sih, pas temen kita udah sukses kerja di perusahaan multinasional dengan "nilai Rupiahnya udah gemuk". Kita masih aja getol pengabdian dengan nilai "Rupiah yang langsing". Rupiah… Rupiah… dia gadis yang aduhai. :3
Hmm, gak ada yang perlu dibantah si.
Tapi coba sekarang kalo kita pikir, lebih gagah mana orang yang sama-sama kerja keras (dengan nilai Rupiah yang tak bisa dibandingkan) antara kerja sebagai babu perusahaan asing, dengan 'ngeramut' generasi muslim bangsa?. *Duh abot. Jawablah sendiri ya. :)

Begitulah "uniknya" pengabdian. Kita hanya tidak perlu mikirin si Rupiah lagi duduk manis, tidur terlentang, ato tengkurepan. Inget, InsyaAllah berkah !.

Semua ini hanya sebagai pengingat, terutama bagi saya pribadi. Bagaimana pun, dalam pengabdian, ada ego-ego yang perlu kita kurangi. Mengabdi bukan hanya sekedar ngajar, mengabdi itu “berbagi di segala bidang”. Makanya banyak modal yang perlu kita siapin. Karna bukan seberapa lama kita ngabdi, tapi seberapa banyak pencapaian yang kita beri.

Semoga bermanfaat :D

Jumat, 06 Juni 2014

Miss Miss = Hilang-Hilang

Kangen adalah hal yang wajar. 
Wajar, jika dan hanya jika lawan kangenmu memahami suasana hatimu. Sayang sekali saya paling tidak suka kangen. Kangen pengen ngobrol apa lagi kalau kangennya pengen ketemu. Oh tidak, puuh !!!.

Sudahlah. Semoga saya tidak terlalu kangen seperti ini dan itu lagi.Sabaar. 
Duh. Lawan kangenmu tidak mungkin paham keakutanmu. Membiarkan hingga kamu mengemis2. Semoga lain kali, tidak selonggar ini waktu luangmu. Membunuh waktu hanya dengan kangen pada seseorang dengan tidak wajar. Tidak wajar karena dia tidak paham maksud ngemismu. Yang jelas, dia tidak sekangen dirimu. :o

Untuk urusan ini, wanita memang selalu terlalu melankolis. Memiliki perasaan yang terlalu dalam. Bukan salahmu, bukan juga salahnya. Karna dia hanya lelaki pleghmatis yang cinta damai. Kangennya berbatas tembok kamar.

Untungnya obat penyembuhmu sudah lama habis. Kamu tidak lagi minum racun yang kau anggap penenang. 

Barangkali lawanmu sedang tidak tau cara menyembuhkanmu. Tragis nian nasibmu. Menulis begini semoga menjadi obat tidur sejenak bagimu*


Senin, 26 Mei 2014

BULAN


Sayang, sesenja ini kau sudah datang
Duduk disisiku menyaksikan semburat merah dan jingga melayang

Kau tau sayang,
Jingga itu tak akan lama bertahan
Sebentar lagi akan tertutup awan hitam
Langit gelap menyisakan kepekatan
Hanya kau disana, cahayamu memancarkan
Terluka saat lewat tengah bulan

Kau tau sayang,
Daun-daun bambu yang hijau
Sebagian jatuh menguning kering
Aku masih mampu melihat senyumu
Dibalik kayu-kayunya yang kekar mengakar

Kau tau sayang,
Sebentar lagi selir-selirmu datang
Kau tetap yang paling sinar benderang

Sayang, Baik-baik disana
Kau lah yang dibingungkan semua orang
Tentang Rukyat-Hisab

Kau lah penentu awal dan akhir Ramadhan, Bulan


Jumat, 09 Mei 2014

Graduation Day

Hyey, apa kabar Matelu??. Sekarang saya bukan Matelu lagi. 30 April 2014 lalu saya sudah wisuda. Saya sarjana, tapi jujur saya tidak bangga. Biasa saja, dengan tumpukan Hamdalah..
Kali ini saya tidak ingin banyak omong. Saya hanya mau memposting foto-foto wisudaan saya yang Antik. Horraaa...


Foto dengan umi tercinta. Semoga selalu disehatkan dan diberkahkan umur, rizki, dan semua urusannya. Amiin


Foto bareng umi tersayang dan aba tiri saya. Saya sempat tidak rela dengan ini. Karna sewaktu dipanggil saya agak menggigil saat disebut Keluarga Isma'il (Alm Ayah kandung saya). 

Foto sendiri ini sempat membikin tranding topic di TL FB saya, karna selama saya hidup hingga sekarang, baru kali ini foto saya di like hingga 150-an orang dengan komentar cantik membahana. Duh, padahal dari make up. Jujur saya biasa saja dan tidak kemenyek lantas merasa cantik. Huekk


Foto yang ini ketika saya sodorkan pada mbah (adiknya mbah dari ibu saya), sontak dia bilang, "ini kamu??, kok cantik banget, ah ini bukan cantiknya tapi karna ada wiridnya, ya kan??". Haduh mbah boro2 mau wirid saya mau makan saja lupa berdoa *eh.



Foto wisudawan/wati TIN 46 pas itu jumlah terbanyak wisuda 48 orang huoo :D


Foto bareng wisudawan/wati CSS MoRA IPB


Dari kamu-kamu yang datang mengucapkan selamat dan doa. Terimakasih banyak... ^0^*

Alhamdulillahirabbil 'alamiin...
Semua pihak yang membantu, mendukung, mendidik, dan mendoakan saya. Semoga ilmu yang saya peroleh berkah, manfaat. Bisa ngabdi mengaplikasikan ilmu yang saya peroleh selama ini. Amiiin..
Nuhun nyak :)


Senin, 17 Februari 2014

S.TP

Dulu kalau aku tak begitu, kini bagaimana aku?
Dulu kalau aku tak disitu, kini dimana aku?
Kini kalau aku begini, kelak bagaimana aku?
Kini kalau aku disini, kelak dimana aku?

Tak tau kelak atau pun dulu
Cuma tahu kini aku begini
Cuma tahu kini aku disini
Dan kini aku melihatmu*

Disini lagi, Lantai 3 AGB IPB. Saya sengaja menyempatkan waktu hanya untuk duduk-duduk di selasar teras kesukaan saya, sambil membaca buku Ilana Tan. Bait diatas saya ambil dari buku itu. Kali ini bunga-bunga yang mekar hanya sedikit, pucuk-pucuk pohonnya kelihatan sudah dipotongi, hanya beberapa kamboja putih yang mekar dan berjatuhan. Duh, esok dan seterusnya sudah tak bisa seperti ini lagi.

Tadi saya menyempatkan mengunjungi sudut-sudut kampus hanya untuk menghirup udaranya saja. Ritual syukur yang dari sejak saya sekolah di tempat kebanggaan ini, tentu akan beda. Ini bisa jadi terakhir kali saya kesini, di selasar yang teduh ini. Mungkin Bulan April nanti saya hanya bisa menengoknya tanpa bisa leyeh-leyeh seperti ini lagi.

Duh, IPB. Bersyukur sangat dan bangganya aku mengunyah pendidikanmu. Alhamdulillah gusti, berkat siapa lagi saya bisa menyandang S.TP setinggi ini, melepas gelar #Matelu. Pesantren dan Kementrian Agama. Begitu itu, pikiran rusuh sering saja muncul karna keinginan menggebu untuk lanjut S2 atau pun kerja di Industri ternama. Ah, untung saja hati kecil saya masih berdaya. Kok ya gak tau diri banget kalo saya masih mengikuti bisikan rusuh itu. Saya disekolahkan ini untuk mengabdi, bangun pesantren. Meski ya, saya ndak juga tau apa yang harus saya bangun nanti. Tapi niat saya sudah padat, saya mau ngabdi dulu pada almamater yang membesarkan saya.

Lalu tiba-tiba ditengah saya meraba-raba hayalan begini, saya teringat kembali hal-hal yang membuat saya kangen dan merasa sangat tidak berterimakasih. Ya itu, seringnya tidur di kelas sewaktu kuliah. Saya kangen itu, dimarahi dosen sampai diusir gara-gara telat masuk. Ah, sudahlah itu hal yang konyol tapi bikin kangen.

Saya membuka slide kenangan lama kembali. Ah tau lah kalian, saya ini sewaktu awal kuliah amat kolot. Bisanya hanya buka buku dan tidur. Pertemanan dengan sahabat lama saya membuat saya bisa belajar karya tulis, dorongan sahabat saya yang akhirnya saya harus menterpaksakan diri untuk nulis dan masuk organisasi. Saya bukan mau mengenang-ngenang dia lagi, bukan itu. Saya merasa sahabat saya itu memberi saya banyak pengetahuan bagi orang sekolot saya waktu itu. Tentu bagi saya penting untuk mengucapkan “Terimakasih” lewat tulisan ini. Saya juga tak lupa menyapa teman-teman BPH CSS 2011-2012 yang dengan sengaja/tidak sudah banyak mengajari saya menjadi sekretaris yang baik meski sering mengkritik, suka bekerja sendiri, suka menangis, sering marah-marah, sok tegas, dan sok bijak, uuh. Ah kalian yang mengantarkan saya menjadi pribadi Koleris begini. Terimakasih Rully, Umam, Mbak Ida, Ires, dan Ana. 

Saya sengaja menarik nafas dalam-dalam mengingat ingat banyak kenangan yang luar biasa. Ah tak terasa dua jam saya duduk-duduk begini, tiba-tiba ada yang titik di kerudung saya. Saya rasa itu cipratan air dari slang-slang AC di atas kepala saya, anggap saja begitu. Hehe. 

Sengaja saya melambatkan waktu di bangku biru ini, Lantai 3 AGB. Ritual syukur penyempurna namanya. Saya sudah S.TP, sebagian mimpi saya selama kuliah boleh dikatakan banyak yang tercapai. Meski ya banyak yang belum sempurna. Tapi saya pikir-pikir itu prestasi yang luar biasa. Duh, Alhamdulillah.. Esok sudah tak bisa leyeh-leyeh menatap langit biru menghadap bunga-bunga kamboja yang bermekaran seperti kali ini. Esok saya pulang. 

Terimakasih tak terhingga untuk semua teman2 yang sengaja/tidak sengaja mengajari saya akrab dengan karya ilmiah, nulis di blog, berorganisasi, bersosialisasi, team work, dan lain-lain. Saya sering apatis dan egois, Maafkan, saya mohon maaf sebesar-besarnya. 

Saya akan rindu dengan IPB dan seisinya…
Akhir kata, Alhamdulillah ‘ala kulli ni’matillah, nikmat ini tiada tara. :)

Senin, 03 Februari 2014

Kau, Dia, dan Sepucuk Tempe Goreng

Ini Getir…
Getir itu saat dia menuliskan kenangan lamanya dihadapanmu
Getir itu saat dia membiarkan dan memajang rapih kenangan pasangan lamanya di sebelah berandamu
Getir itu saat dia bermanis-manis pada seseorang yang tak juga kau tau
Getir itu saat dia mengoleksi kemesraan bersama pasangan lamanya lalu kau terpaksa tau
Getir itu saat bayangan pasangan lamanya tertulis di punggung pasanganmu
Getir juga saat dia beriring menyodorkan cermin padamu
Getir tak akan tau saat kau menggigit bibir berkali
Dia amat mencintaimu, dan kau juga begitu mencintainya
Tapi getir itu selalu disimpannya mengiringi perjalanan asmaramu *  

Minggu, 02 Februari 2014

Tahu Ruwet

Sore ini, setelah 3 hari mager di kamar, berteman dengan buku bacaan yang belum pernah saya jamah sebelumnya. Hokk hokk. Saya mau nulis, hati saya sedang kacau balau. Seperti tahu kremes yang baru saja saya goreng. Jangan berpikir ini tentang lelaki pemilik cinta untitled itu. Hehe, saya juga sedang menunggu balasan sms dari-nya juga nding. Baiklah.


Tadi setelah adzan dzuhur berkumandang, saya harus cepat-cepat melaksanakan sholat segera mungkin. Menanti gerimis yang sedari pagi yang tak kunjung reda jadi lah bantal dan kasur melambai-lambai untuk segera saya tiduri. Ah ah.. saya mengantuk sangat. Saya lekaskan sholat dan bacaan surat As-Sajdah. Lalu saya menidurinya dengan yah pulas sekali hingga adzan ashar berkumandang.

Kali ini saya tidak segera sholat. Saya masih sibuk duduk melamun menatapi barisan buku yang pernah saya jamah tapi kemudian saya biarkan mulutnya menganga. Dia rupanya ingin saya baca. Baiklah saya terpaksa meladeni keinginan buku itu, judulnya “Rumah Kopi Singa Tertawa”. Hue, jangan bayangkan isi buku ini tentang pacar lama saya, Si Kopi itu.  Saya memang terkecoh membelinya. Ternyata isi bukunya kumpulan cerita pendek yang entah alurnya selalu begitu sastra. Saya bacai dua cerita yang isinya tentang rumah tangga. Di cerita kedua yang saya baca buku itu menceritakan seorang istri yang tiba-tiba menghilang entah apa sebabnya. Anaknya yang bernama “Bungah” selalu merindui masakan ibunya yang amat lezat dan cerita dongeng yang mengantarkannya sebelum tidur. Sejak ibunya hilang dan suaminya tidak ingin segera mencarinya, jadilah istrinya benar-benar tak pernah kembali bersama keluarganya. Ayah bungah masih bisa mendongengi anaknya sebelum tidur. Tapi tidak dengan masakan sang istri yang katanya sangat lezat tiada bandingnya itu.

Fokus cerita sore ini bukan cerpen karangan Yusi Avianto Pareanom itu. Tapi saya kok tiba-tiba tergugah dengan kata-kata “masakan istrinya yang lezat” itu. Duh, baiklah, saya mau masak, pikir saya sekenanya.

Ha, sesiang dan sepagi tadi saya belum juga ingin berkencan dengan air. Tau lah bogor selalu rintik yang menghilangkan hasrat untuk membasuh sekujur badan dengan air. Saya rasai badan saya, ah tak terlalu lengket kok. Bau badan saya masih wangi kopi juga, Huekekekkk. “Kamu harus mandi phew” ketiak saya protes. Saya menuruti keinginannya sekalipun kedinginan harus menjalari tubuh saya. Yey jadilah saya mandi hari ini. Hahak. *Tapi tiap hari saya terbiasa mandi kok, ciusss banget. :p

Setelah mandi dan sholat saya ngopi dulu biar melek. Lalu dengan berbekal telur, tahu, dan royco. Saya beranjak ke dapur. Wueeeh saya mau masak, yeyeyeye ^3^

Saya siapkan amunisi, yak pisau buat memukul telur hingga terbelah. Lalu saya kocok dengan semangat bergelora, jadilah telur kocok. Tadi pagi saya sempat beli tahu di Bara. Tahu putih itu saya cuci, dan dengan penuh suka cita saya remet pakai tangan saya (bersih kok hehe). Saya satukan dengan adonan telur tadi. Royco adalah bumbu instan yang saya tambahkan, karna saya tidak punya amunisi lain seperti bawang merah putih. Saya lumatkan seluruh adonan (dengan sendok). Hohoh, saya sudah merasa sebagai istri yang bisa masak lezat dalam cerpen tadi.

Ceklek, saya nyalakan kompor dan menuanginya minyak. Sreeeeenggg, itu bunyi adonan tadi yang saya buat. Hati saya gembira. Tapi “Oh tidak” saya terkejut sodara, ternyata adonan tadi mengambang, terpecah belah. Duh gusti, hayalan istri tadi runyam sudah. Mungkin adonannya kurang telor atau kebanyakan tahu. Saya tidak punya amunisi lagi. Baiklah saya harus nekat. Jadilah saya tengok ke arah luar dapur berharap tidak ada orang yang sedang memata-matai saya. :3

Dengan hati sembilu saya langsung tuangkan seluruh adonan tadi dengan ragu ragu hingga minyak yang ada tidak mencukupi untuk dikatakan sebagai menggoreng. Saya biarkan apa yang nanti terjadi sambil harap-harap cemas semoga tidak ada seorang pun yang melihat semua kekonyolan ini. Ah sedihnya hatiku. Jadilah dia tahu kremes yang bentuknya lebih menyerupai butiran (ah entah apa namanya, ruwett). Belum juga saya memakannya, saya merasa kenyang setelah memasaknya saja. Tidak berselera menyantapnya, apalagi sekedar menawarkan pada teman-teman. 
Tidaaak!!. -_-\\