Banyaknya permasalahan di Pabrik Gula (PG)
terutama masalah menejemen yang kurang baik akan sangat mempengaruhi pencapaian
hasil gula yang diperoleh. Sebaran luas lahan milik PG dari total persediaan
lahan tebu di Indonesia
banyak dikuasai oleh petani (rakyat). Besarnya lahan yang dimiliki oleh petani
akan sangat mempengaruhi keberlangsungan produksi gula. Apabila dalam
perdagangan konsumen adalah raja, maka dalam produksi gula, petani yang
merupakan raja. Hal ini karena PG sangat
bergantung dengan pasokan tebu dari petani.
Rendemen merupakan rasio antara output dengan
input yang termasuk hal sentral dalam pabrik gula. Adanya isu-isu bahwasannya
PG mempermainkan rendemen petani lantaran kecilnya rendemen yang diberikan
kepada petani perlu ditelusuri kebenarannya. Rendemen akan menjadi dasar pembagian hasil gula dan keuntungan yang
diperoleh petani setelah digiling. Budidaya
tebu pra-panen menjadi factor yang sangat mempengaruhi
tinggi rendahnya nilai rendemen yang diperoleh. Karena pada prinsipnya gula
bukan dibuat di pabrik gula, namun di ladang tebu. Pada dasarnya, untuk
menghitung rendemen pabrik gula secara individu setiap petani yang datang untuk
menggiling tebunya, tak perlu menunggu hasil gula yang diperoleh setelah
digiling. Namun rendemen individu ini dapat diketahui melalui perhitungan
dengan mencari nilai persen brix dan persen polarisasi dari nira perahan
pertama pada stasiun penggilingan. Nilai ini yang selanjutnya dapat digunakan
untuk memperoleh nilai rendemen individu.
Rendahnya pemahaman petani mengenai
aspek budidaya tebu yang nantinya akan mempengaruhi gula yang diperoleh. Tak bisa dielakkan lagi kebutuhan tebu pabrik
gula di Indonesia sangat bergantung pada pasokan dari petani. Artinya apabila
rendemen petani rendah, maka secara otomatis hasil gula yang diperoleh masih
rendah. Untuk memenuhi kekurangan pasokan gula dalam negri, pemerintah
terpaksa mengimpor gula dari luar. Pentingnya mencari cara agar dapat
menghindari pasokan impor gula ini tentu sangat diperlukan. Setidaknya pasokan
impor dapat dikurangi secara signifikan apabila seluruh pabrik gula kompak
mengadakan program peningkatan rendemen dan efisiensi produksinya.
Karena pada dasarnya gula diciptakan di
ladang tebu bukan di pabrik, tentu factor ini sangat tinggi pengaruhnya.
Rendemen petani yang ada dari fakta PG Wonolangan probolinggo hanya memiliki
nilai rata-rata 6 hingga di bawah 8. Sementara hasil rendemen tebu yang
dihasilkan oleh pabrik gula sendiri dapat mencapai angka 9. Perbedaan rendemen
ini tentunya mengakibatkan kesenjangan social antara petani dan pabrik gula.
Kebutuhan bahan baku potensial berada di tangan petani, maka menjadi malapetaka
besar bagi pabrik gula apabila petani-petani ini tidak lagi menginginkan
menanam tebu lantaran rendemen yang diberikan PG sangat kecil atau pun tanam
komoditi lainnya lebih menguntungkan. Padahal secara nyata memang cara budidaya
PG dan petani sangat berbeda yang membuat perbedaan jauh nilai rendemen ini. Dalam
pabrik gula, secara structural memiliki bagian Litbang yang bertugas melakukan
penelitian dan pengembangan sehingga tebu yang diperoleh memenuhi syarat layak
tebang dan MBS.
Jaminan nilai rendemen minimum yang diberikan
pabrik gula kepada petani memang akan membantu efektifitas kinerja pabrik untuk
menjaga efisiensinya. Namun cara ini dinilai belum sepenuhnya efektif karena
pada kenyataannya petani masih belum fair menyetorkan tebunya dalam keadaan MBS
(Manis, Bersih, dan Segar). Tebu yang dikirim ke pabrik haruslah tebu yang
bersih. Bukan tercampur dengan pucuk-pucuknya, tanah-tanahnya, dan
anakan-anakannya. Tebu itu juga tebu yang segar, yang fresh from the field. Tebu dikatakan
segar bila tenggang waktu tebu tersebut ditebang sampai digiling tidak lebih
dari 36 jam. Dan yang paling penting,
tebu yang dikirim ke pabrik adalah tebu yang sudah cukup manisnya. Jangan
menebang tebu sebelum dipastikan (diperiksa dengan alat pengukur) bahwa tebu
tersebut sudah matang kadar gulanya.
Masih banyaknya petani yang menyerahkan tebunya untuk digiling dalam
keadaan kotor dan mementingkan berat tebu dengan mengikutkan pucukan bahkan
sampai akar-akarnya bukan saja malah menurunkan nilai rendemen gula yang
dihasilkan lantaran gula yang digiling banyak ikut ke dalam ampas tebu. Masalah
ini menunjukan bahwa belum fahamnya petani mengenai apa sebenarnya rendemen dan
cara menjaganya. Maka lantas apa kontribusi Litbang secara nyata untuk petani??
Tentu tak hanya penting untuk memberikan subsidi bibit unggul saja.
++++Go to Session 2++++
Tidak ada komentar:
Posting Komentar