Pondok pesantren
sebagai basis pendidikan islam yang telah berdiri sejak lama di Indonesia
merupakan suatu hal yang seharusnya lebih disoroti. Sebagai lembaga pendidikan
non-formal yang pertama di Indonesia, sekaligus sebagai basis perjuangan
kemerdekaan Indonesia pondok pesantren kini kurang mendapat perhatian dari
berbagai kalangan. Hal ini sangat berdampak besar pada eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan islam. Sebagaimana dikatakan oleh H. Choirul Fuad Yusuf, Direktur Direktorat
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dalam acara “Halaqah Pesantren” bahwa
hingga saat ini, pesantren yang secara historis sudah ada sejak 700 tahun yang lalu (abad 13),
baru secara regulatif terformalkan setelah ada Undang-Undang No. 20 th 2003 dan
PP No. 55 th 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan. Kata pesantren
terakomodir, tersurat, terlihat jelas, dan ada; bagaimana dan untuk apa
pesantren itu berada (pondokpesantren.net, 2010)
Dampak besar yang
paling terasa adalah kesan yang timbul di kalangan masyarakat yang berdampak
pada image pondok pesantren sebagai
lembaga pendidikan yang penting dalam membentuk pribadi muslim, kini kurang
dipahami. Kesan-kesan buruk mengenai pondok pesantren sedikit demi sedikit
bermunculan. Selain itu, berdampak pula pada keadaan ekonomi pesantren. Bagi
beberapa pondok pesantren mungkin hal ini tidak menjadi masalah, karena ia
telah mampu menciptakan ekonomi mandiri bagi pondok pesantrennya. Akan tetapi banyak
pondok pesantren lainnya yang belum mampu menciptakan ekonomi mandiri bagi
pesantrennya.
Umumnya, lokasi
berdirinya pesantren berada di pedesaan yang memiliki lahan yang cukup luas dan
belum optimal pemanfaatannya. Hal ini menjadi aset berharga untuk dikembangkan sebagai
lahan pertanian terintegrasi. Santri di pesantren, umumnya hanya dibekali ilmu
umum dan agama sesuai kurikulum pesantren saja. Sehingga tak jarang apabila
seseorang lulus sekolah dengan membawa label “santri” kurang dihargai di
masyarakat, karena keilmuan yang kurang “canggih”. Terlebih lagi pesantren yang
hanya memiliki basis salafiyah (sekolah keagamaan saja).
Ubi Kayu merupakan tanaman pertanian yang mudah
dibudidayakan dan murah. Selain itu produk turunan Ubi Kayu sangat banyak.
Salah satu produk turunan Ubi Kayu yang
dibutuhkan saat ini adalah MOCAF (Modified
Cassava Flour) yang merupakan tepung modifikasi yang memiliki karakteristik
menyerupai tepung terigu. Pratiwi (2011) menyatakan bahwa,Indonesia dikenal
sebagai Negara yang banyak melakukan Impor tepung terigu dari beberapa Negara
seperti Turki, Australia, dan Srilanka. Pada periode Januari – April 2011 impor
biji gandum tercatat sebesar US$ 659,4 juta yang naik 60,28% dari periode yang
sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 411,4 juta. Realisasi Impor tepung
terigu sepanjang 2011 diperkirakan akan melampaui nilai impor 2010 yang
tercatat sebesar US$ 261,7 juta. Menurut data Badan Pusat Statistik menunjukkan
bahwa impor tepung terigu dari Januari – Agustus 2011 sebesar 433,429 ton.
Sekitar 53,44% dari total itu, yakni
231.649 berasal dari Turki.
Dari isu tersebut, maka MOCAF dapat menjadi alternatif pengganti terigu yang
selama ini terus mengalami kenaikan nilai impor yang tak dapat dibendung.
Kemandirian merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi
masalah ekonomi pesantren. Konsep revitalsasi pertanian melalui produksi MOCAF
(Modified Cassava Flour) sebagai pengembangan Techno-Agroindustry Strategis di
Pesantren merupakan wacana penerapan prinsip added value terhadap hasil
pertanian, khususnya Ubi Kayu yang masih dianggap kurang potensial jika
dikembangkan. MOCAF merupakan produk turunan dari tepung Ubi Kayu yang
menggunakan prinsip modifikasi sel Ubi Kayu secara fermentasi. MOCAF dibuat
melalui delapan proses yaitu proses pengupasan, proses pencucian, proses
pengecilan ukuran, proses perendaman, proses pengembangbiakan starter bakteri
asam laktat, proses pengepresan, proses pengeringan, proses penggilingan dan
pengayakan. Adanya teknologi fermentasi dalam produksi MOCAF menjadikannya memiliki karakteristik yang
menyerupai tepung terigu. Sehingga MOCAF dapat dijadikan alternatif subtitusi
tepung terigu tanpa mengurangi kualitas produk dengan persentase tertentu. Isu
impor tepung terigu yang nilainya masih tinggi, diharapkan dapat terkurangi
dengan pengembangan industri MOCAF ini.
Modal usaha merupakan aspek penting dalam pendirian suatu
industry agro berskala kecil sekalipun. Adapun modal usaha yang dapat
dipersiapkan oleh pesantren dalam pengembangan konsep ini dari kerjasama dengan
investor, modal dari pemerintah khususnya bantuan Kementrian Agama, dan modal
pribadi pesantren dari kas pesantren sendiri.
Sistem industri agro yang
nantinya dikembangkan memiliki prinsip yang strategis yaitu mampu
mengintegrasikan pengolahan hasil pertanian sehingga memberikan added value
yang tinggi bukan saja terhadap hasil pertanian, namun juga SDM di pesantren
sendiri. Tahapan yang perlu dikembangkan dalam konsep Techno-Agroindustry strategis
ini adalah budidaya bahan baku, proses pembuatan MOCAF, distribusi MOCAF dan
pengembangan produknya, pemasaran produk serta yang terpenting adalah pembinaan
sumberdaya santri yang difokuskan sebagai agen penggerak konsep Techno-Agroindustry
strategis ini. Sehingga revitalisasi pertanian melalui pengembangan
agroindustri di pesantren merupakan pilihan yang strategis untuk menggerakan roda
perekonomian dan pemberdayaan masyarakat pesantren.
Menurut Faisal (1993)
menyatakan bahwa, pembangunan sektor industri sebetulnya merupakan salah satu
alternatif strategi yang dipilih untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
selain harus berorientasi pada lingkungan biofisik dan sosial ekonomi berbagai
penelitian tentang dampak suatu zona industri menyimpulkan bahwa adanya
pembangunan industri akan membawa serta teknologi dan manajemen modern. Hal ini
berdampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dari diagram di atas
terdapat beberapa tahapan penting untuk mencapai pesantren yang mandiri melalui
konsep Techno-Agroindustry strategis. Berikut ini tahapan yang perlu dikembangkan:
Pembinaan:
Proses ini merupakan
inti penting dalam pelaksanaan konsep. Pembinaan bertujuan untuk memberikan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pengkoordinasian, serta pendampingan
dalam setiap proses yang dilakukan untuk mengembangkan konsep ini. Dalam pembinaan
diperlukan orang-orang yang kompeten dalam bidang techno-agroindustry. Sehingga, pembina bisa berasal dari kalangan
akademisi (guru, dosen, mahasiswa), pengusaha atau pun pihak lain yang
kompeten. Adapun peserta yang dibina meliputi santri yang difokuskan sebagai
penggerak utama konsep techno-agroindustry,
yaitu santri senior/ perguruan tinggi dan dari alumni yang mengabdi di
pesantren, karena santri senior diharapkan mampu dikader sebagai santri agroindustrialist
yang religious ketika lulus dari pesantren. Kebijakan penempatan SDM penggerak
konsep ini tergantung pada kebijakan pesantren yang bersangkutan. Pembinaan
yang diberikan berupa pelatihan Techno-Agroindustry
secara menyeluruh meliputi proses pembuatan produk hingga pemasarannya.
Budidaya
Bahan Baku:
Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan MOCAF adalah ubi kayu (singkong). Budidaya dapat
dilakukan di dalam pesantren sendiri yakni apabila pesantren memiliki lahan
yang cukup untuk menanam singkong. Namun jika lahan tidak mencukupi, pesantren
dapat memasok bahan baku MOCAF dari warga sekitar. Cara ini menjadi alternatif terbaik,
karena secara tidak langsung pesantren membantu meningkatkan perekonomian warga
sekitar. Dalam memasok singkong untuk keperluan pembuatan MOCAF, tentunya
dipilih bahan baku yang berkualitas dan memiliki kadar pati yang tinggi.
Sehingga pembinaan budidaya singkong perlu dilakukan pada pesantren maupun
masyarakat yang memasok singkong.
Proses
Pembuatan MOCAF
Pembuatan tepung MOCAF
dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada meliputi, Ubi
Kayu dibuang kulitnya, dikerok
lendirnya, dan dicuci bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran Ubi Kayu
dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, Ubi Kayu
tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk. Proses ini dapat dilakukan oleh santri yang
difokuskan sebagai penggerak utama pengembangan Techno-Agroindustry yang sebelumnya telah dibina.
Distribusi Produk MOCAF
MOCAF merupakan produk
antara, sehingga pengolahan lebih lanjut dapat didistribusikan ke industri yang
membutuhkan, misalnya industri mie instan dan yang lain. Fokus konsep Techno-Agroindustry adalah pengolahan
lanjut yang dilakukan di pesantren itu sendiri maupun pesantren yang lain.
Pengolahan di pesantren itu sendiri dapat dilakukan ketika SDM (Sumber Daya
Manusia) atau santri mencukupi untuk melakukan proses produksi produk jadi
seperti mie, jajanan, makanan lain yang berbahan baku MOCAF. Alternatif lain
yaitu, dengan bekerjasama dengan pesantren lain, sehingga pembuatan produk siap
konsumsi dapat dikembangkan. Cara ini dianggap terbaik karena mampu membantu
pesantren yang lain untuk berkembang dan mandiri.
Pemasaran Produk
Pemasaran produk
dilakukan dengan memasarkan Produk siap makan yang berbahan baku MOCAF atau pun
MOCAF itu sendiri sebagai produk antara. Tahap ini merupakan jenjang menuju
pesantren yang mandiri secara finansial dan SDM-nya. Sehingga anggapan
masyarakat tentang pesantren yang hanya bisa mengaji saja, atau hanya sebagai
tempat yang kurang layak dalam membina muridnya dapat diminimisasi atau mungkin
ditiadakan.
Revitalisasi pertanian
melalui pengembangan agroindustri di pesantren merupakan pilihan yang strategis
untuk menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan masyarakat pesantren. Hal
ini di mungkinkan karena adanya kemampuan yang tinggi dari agroindustri dalam
penyerapan tenaga kerja mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan
bersifat massal. Industri pertanian yang berbasis pada masyarakat tingkat
menengah dan bawah ini merupakan sektor yang sesuai untuk menampung banyak
tenaga kerja dan menjamin perluasan berusaha sehingga akan efektif dalam upaya
meningkatkan perekonomian di pesantren dan daerah sekitarnya. Sangat rasional
jika menempatkan industrialisasi pesantren sebagai upaya dalam merevitalisasi
pertanian.
Konsep revitalsasi pertanian melalui produksi MOCAF (Modified Cassava Flour sebagai pengembangan
Techno-Agroindustry Strategis di
Pesantren merupakan wacana penerapan prinsip added value terhadap hasil pertanian, khususnya Ubi Kayu yang masih
dianggap kurang potensial jika dikembangkan. Pada akhirnya, konsep ini kedepan
diharapkan menjadikan pesantren sebagai lahan penempaan santri yang memiliki
jiwa agroindustrialist yang religious. Hal ini menjadi penting karena zaman
yang modern ini bukan hanya membutuhkan lulusan yang ber-Iptek tinggi, namun
juga harus disandingi dengan Imtaq yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar