Kebutuhan energi baik fosil maupun non fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan pesatnya perkembangan sektor industri. Energi dari bahan tambang seperti minyak bumi dan gas bumi khususnya di Indonesia diperkirakan akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga Indonesia harus segera mencari sumber energi yang dapat diperbaharui (Renewable Energy) untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Bioetanol (C2H5OH)
merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk
menggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat,
selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan,
penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon
monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Saat ini bioetanol juga bisa
dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya dapat
dilakukan di rumah dengan mudah, sehingga lebih ekonomis dibandingkan
menggunakan minyak tanah.
Ubi kayu merupakan salah satu komoditi
pertanian yang tersebar di berbagai wilayah. Indonesia.
Pemanfaatan limbah kulit ubi kayu yang cukup potensial dan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yaitu sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Dalam hal
ini yang dimanfaatkan adalah kulit ubi kayu bagian dalam yang berwarna putih.
Kulit ubi kayu ini memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Presentase
jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total ubi kayu segar
dan limbah kulit bagian dalam sebesar
8-15%. Kulit ubi kayu bagian dalam mengandung pati yang dapat dihidrolisis
menjadi gula dan diproses menjadi bioetanol.
Untuk melakukan
hidrolisis gula pada pati kulit ubi kayu, perlu ditambahkan enzim atau dengan
bantuan asam. Umumnya rendemen bioetanol yang diperoleh cukup rendah. Hal
inilah yang mendorong perlunya peningkatan rendemen bioetanol berbasis kulit
ubi kayu melalui penggunaan konsorsium enzim.
Adapun penelitian yang dilakukan membutuhkan metode
berikut:
- Pembuatan Tepung Kulit Ubi kayu
Terlebih dahulu, kulit ubi kayu dipisahkan
dari kulit paling luar. Setelah itu, kulit direndam dalam air selama 30 menit,
lalu tiriskan. Kemudian, kulit ubi kayu tersebut digiling dengan menggunakan
mesin penggiling hingga menjadi butiran-butiran tepung. Tepung yang dihasilkan
kemudian dianalisa untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang meliputi
analisis kadar air, lemak, protein, pati, abu, selulosa, hemiselulosa dan serat
kasar (AOAC 2005).
- Hidrolisis Fermentasi Terpisah
Proses hidrolisis fermentasi terpisah meliputi tahap
likuifikasi, sakarifikasi dan fermentasi, dimana setiap tahapan dilakukan
secara terpisah pada kondisi dan wadah yang berbeda. Proses likuifikasi
dilakukan secara enzimatis dengan α-amilase selama 1 jam pada suhu 90 oC, pH 4,8. Tepung ubi
kayu dilarutkan dengan akuades sampai konsentrasi 30 % (b/v) kemudian
dipanaskan sampai suhu 90 oC sehingga terbentuk bubur kental. Untuk mencairkan
bubur, ditambahkan enzim α-amilase dengan konsentrasi 1 ml/kg pati. Substrat hasil
likuifikasi diatur pH-nya menjadi 5,0 dengan menambahkan HCl 1 N. Setelah
likuifikasi, dilakukan proses sakarifikasi secara enzimatis menggunakan AMG,
xilanase dan selulase dengan konsentrasi 1,2 ml/kg pati selama 48 jam pada pH
4,8. Hasil proses sakarifikasi selanjutnya dipergunakan sebagai substrat
fermentasi. Substrat terlebih dahulu diatur pH-nya menjadi 5,0 menggunakan HCl
1 N dan ditambahkan nutrisi berupa NPK dan NH2(S0)4 masing-masing dengan
konsentrasi 0,04 % (b/v) dan 0,15 % (b/v), kemudian kultur S.cerevisiae
ditambahkan 10 % (v/v). Setelah itu, diukur kadar ethanolnya dengan menggunakan
Gas Chromatography. Lalu untuk memisahkan ethanol dengan cairan
lainnya, dilakukan destilasi sederhana.
PKM
Penelitian
(Nur Astri Mufthia S., Lisa
Silvia, Nur Faizah, Mulia Wita, Ahmad Muhaimin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar